Selasa, 09 November 2010

merapi ngamuk

NUSANTARA - YOGYAKARTA
Jum'at, 05 November 2010 , 08:17:00

Banjir Lahar Dingin- Sabo ( Jembatan ) Kali Kuning tampak dipenuhi material lahan dingin dari lereng Merapi. Material lahar dingin itu juga menghanyutkan batang batnag pohon , sehingga menyumbat pembuangan di Sabo kali Kuning. Boy Slamet/Jawa Pos
YOGYAKARTA - Semenjak kedatangan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di pengungsian Hargobinangun Rabu (3/11) lalu Gunung Merapi terus bergolak tanpa henti. Bahkan, Jumat (5/11) dinihari tadi, gejolak Gunung teraktif di dunia itu semakin liar merambah ke segala arah. Sekitar pukul 23.50 WIB, Merapi kembali meletus, dengan letusan lebih dahsyat dari biasanya. Sejumlah pengamat menyatakan semburan wedhus gembel membubung tinggi hingga delapan kilometer. Awan panas kala ini juga lebih dahsyat mengikuti aliran sungai Gendol, hingga menembus desa Argomulya, yang berjarak 17 kilometer dari puncak Merapi.

Tim relawan dan Kopassus mencatat korban tewas dalam letusan Kamis hingga Jumat dinihari tadi, yang berhasil dievakuasi hingga pagi ini sudah menembus angka 48 orang - yang kemudian tercatat menjadi 58 menjelang siang (menurut keterangan pihak RS, Red). Artinya, ditambah korban tewas sebelumnya (44), jumlahnya setidaknya sudah mencapai 102 orang. Sedangkan luka bakar sudah 63, yang kesemuanya dirawat di RS Sardjito. Jumlah itu diperkirakan akan terus bertambah, karena tim evakuasi masih terus bekerja menyisir di kawasan desa Umbulhardjo, Cangkringan di tepi Sungai Gendhol. Ambulance relawan kesehatan masih terus naik turun menyisir korban. Semalam, Mbah Petruk - sebutan lain untuk gunung Merapi- benar-benar memutar balikan skenario.

Hujan deras yang bercampur debu dan kerikil akhirnya berubah menjadi hujan lumpur. Suara gemuruh gunung Merapi juga meneror warga hingga pagi ini. Meski masih dibalut kabut, dan debu aktivitas warga Yogykarta pagi ini masih berlangsung normal. Hanya sekolah-sekolah di Yogyakarta terpaksa diliburkan, karena kondisinya memang tidak memungkinkan.

Jumat (5/11) sekitar pukul 05.00 pagi tadi, tim relawan bersama TNI dari Kopasus sedang mengevakuasi sedikitnya 32 orang tewas dibekap awan panas di desa Argomulyo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman. Desa ini berjarak sekitar 17 kilometer dari puncak Merapi, sehingga awalnya dinyatakan kawasan aman yang ditetapkan pada 15 kilometer. Mulai tadi malam, kawasan aman langsung dinaikkan menjadi 20 kilometer dari puncak Merapi.

Evakuasi korban sudah dilakukan semenjak Jumat dinihari tadi. Selain menemukan 12 orang tewas, tim evakuasi juga berhasil mengevakuasi sedikitnya 49 korban luka bakar ke Rumah Sakit umum Dr. Sardjito. Namun, dua diantara korban luka bakar itu akhirnya meninggal dunia. Sehingga korban tewas menjadi 14 orang. Hingga berita ini diturunkan, pukul 06.30 seluruh jenazah sedang diautopsi di Rumah sakit Dr. Sardjito.

Bahkan, tim relawan yang sedang mengevakuasi korban juga nyaris menjadi korban keganasan awan panas yang mengalir mengikuti aliran lahar panas di sungai Gendol, di Cangkringan, Sleman. Tak ayal, para relawan dan anggota Kopassus pun berlarian untuk menyelamatkan diri.Ia mengisahkan, awan panas mengikuti aliran lahar di sungai Gendol. Namun, karena situasi sangat gelap dan pekat akibat hujan abu, jadi kedatangan awan panas nyaris tak terdeteksi. "Namun, karena kesigapan teman-teman dari TNI kami berhasil menyelematkan diri, sebelum awan panas datang," ujar Hariyanto salah seorang relawan yang ikut dalam rombongan evakuasi kepada JPNN, Jumat (5/11).

Sebelumnya paska ledakan Kamis tengah malam 23.30 kepanikan juga terjadi di lokasi pengungsian di tiga kecamatan, Pakem, Turi dan Cangkringan. Ketiga lokasi pengungsian itu direlokasi ke stadion sepak bola di Maguwoharjo, yang lokasinya tidak jauh dari Bandara Adisutjipto. Karena paska ledakan semalam, ketiga lokasi ini sudah dinyatakan tidak aman lagi menyusul radius aman dinaikkan menjadi 20 kilomter.

Relokasi sebenarnya berlangsung tertib. Namun, kepanikan warga yang di sekitar yang juga harus mengungsi dengan kendaraan pribadi, baik mobil maupun sepeda membuat jalan Kaliurang sempat mengalami macet, karena banyak warga yang memacu kendaraannya dengan kencang. Padahal, kondisi jalan sangat licin, akibat guyuran hujan lumpur yang melanda hampir seluruh kawasan Yogyakarta.

Kondisi mengenaskan terjadi ketika pengungsi dari ketiga kecamatan tiba di Stadion Maguwoharjo. Tidak sedikit dari mereka yang berebut tikar, karena posko di stadion Maguwoharjo memang belum disediakan tikar. Stadion berkapasitas 30 ribu itu, kini dipadati ribuan pengungsi. Diharapkan, pagi ini lokasi pengungsian baru tersebut dapat tertata. (aj/jpnn)

RELATED NEWS